Membenarkan Kebenaran

Belakangan ini banyak pihak yang merasa telah benar dengan melakukan kebenaran-kebenaran yang lazim dilakukan. Padahal kebenaran –yang dilakukan itu- terkadang menjadi pemasung diri untuk melakukan sebuah kebenaran yang Benar. Kebenaran tidak melulu menjadi dominasi yang bersorban. Karena kebenaran selalu bertebaran di setiap langkah manusia. Tarikan nafas adalah sebuah kebenaran, kita hidup adalah kebenaran, kita mati juga sebuah kebenaran dan setiap gerak hidup yang diayun-kan adalah suatu proses kebenaran. Pada umumnya semua orang merasa benar, begitu juga dengan suatu komunitas, semua memiliki ukuran-ukurannya sendiri terhadap kebenarannya. Padahal kebenaran yang hakiki adalah kebenaran akan sesuatu yang disampaikan dari ‘Pembuat’ sesuatu tersebut melalui penyampai atau utusan yang terpercaya. Sebab sesungguhnya hanya Pembuat-nya saja yang mengetahui dengan persis ‘apa’ yang dibuatnya tersebut. Seperti halnya sebuah perusahaan selalu memiliki ketetapan internal atau protap perusahaan tersebut. Tentu protap itu tidak selalu sesuai dengan protap-protap dari perusahaan lainnya, hanya pembuat protap itulah yang mengerti kebijakan yang diterapkan pada perusahaannya, begitu sebaliknya.

Sudah banyak manusia yang menjadikan kebenaran berpatokan kepada ‘Banyaknya’ orang yang setuju, bukannya kepada kebenarannya itu sendiri. Sehingga ketika orang terbanyak yang dapat dibeli menyatakan benar maka sesuatu yang salahpun akan menjadi benar. Padahal Allah Dzat Maha Benar sudah mengingatkan bahwa yang selamat adalah golongan yang sedikit, yaitu orang-orang yang menempatkan Allah diatas segala-galanya dengan sesadar dan sebenar-benarnya.

Menurut referensi shahih, ciri-ciri akhir zaman. Pada saat akhir zaman kelak, hampir semua manusia ‘terseret’ oleh kebenaran ‘Aspal’ dan terhempas dari kebenaran yang Haqiqi. Kebenaran makan steak secara ‘Umum’ adalah dengan garpu di tangan kiri, lalu pisau di tangan kanan, yang akhirnya menyebabkan kita makan dengan tangan kiri. Penggiringan secara halus tentang kebenaran itu sendiri adalah hembusan yang nyaris tak terasa. Tidak dengan extrim mengubah pola kebenaran yang Benar dengan bantingan sekaligus menjadi kesesatan, tetapi dengan sangat halus dan terpola.

Intinya, setiap kita melakukan kebenaran, maka usahakanlah kebenaran itu benar-benar sesuatu yang Benar dari Allah SWT. Bukan karena kebenaran yang dinilai secara umum oleh dominasi masyarakat luas, atau karena adat yang memasung seolah melakukan sesuatu yang Benar dari sekian kebenaran yang berserakan.

Related Post

Cinta Sederhana

“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *