Kegalauan Industri Haji

Selangkah lagi jemaah haji akan menginjakkan kakinya ke Tanah suci. Islam kan kembali melihatkan keindahannya. Bersatu dalam satu ritme di lembah suci. Tiada rafast, fusuk terlebih jidal, bersatu dalam kebersamaan rasa, tunduk pada titah Maha Kuasa. Melangkah bersama menggapai surga, mencipta kemabruran jiwa. Semua manusia muslim –tentunya- mendamba perjalanan itu, karena haji adalah muara peribadatan manusia di muka bumi.

Namun apa daya jika perjalanan haji itu, kini menjadi sangat rumit, kompleks, dan serba tidak pasti untuk berangkat atau tidak, bahkan bagi mereka yang termasuk golongan masyarakat ‘super mampu’ pun harus sama mengantre di nomor waitinglist hingga beberapa tahun kebelakang. Mungkin, hanya sebagian kecil penguasa atau yang ‘dekat’ dengan penguasa, atau yang memiliki akses ke penguasa lah yang mudah untuk merealisasikan niatannya menjadi kenyataan. Malam ini merilis nama Jemaah haji, besoknya sudah mendapat kuota haji tahun ini juga. Ajaib, demikianlah yang terjadi, haji sudah menjadi industri yang sangat menggiurkan, bahkan bisa menjadi alat kepentingan segelintir orang dalam mengokohkan legitimasi sebagai orang ‘penting’ di republik ini.

Dalam industri haji, kawan bisa menjadi lawan. Kamuflase menjadi identitas keseharian yang sulit terprediksi, sekalipun oleh psikolog ternama. Yang ada adalah kepentingan dan kenyamanan parsial, semuanya telah menjadi air yang mengalir, demikianlah permainan ini, “biasalah seperti bukan pemain lama saja kau”, demikian ucap sahabat dengan logat khas daerahnya yang menyinggung tentang ‘kuota jatah’ bagi segelintir orang.

Terlepas dari semua itu, yang jelas kondisi ketidakpastian -jika tidak dikatakan kesemrawutan- bisnis plan haji tahun-tahun selanjutnya akan terus menggurita dan mengguliti industri travel haji. Semuanya akan serba tidak pasti. Karena –memang- ini terjadi bukan hanya di negeri kita. Di semua Negara, kuota dan kepastian berangkat haji menjadi serba tak terprediksi. Terlebih dengan adanya perluasan Masjidil haram yang konon ‘memangkas’ lebih dari 1000 hotel di sekitar area haram menjadi alasan lain tentang keterbatasan akomodasi.

Kreativitas dan inovasi dalam menjaring konsumen haji lah yang –sejatinya- akan membantu mengisi seat program haji setiap tahunnya, karena –memang- sudah dapat terpetakan dari sekarang.

Jika pesan Rasul untuk tidak rafast, fusuq dan Jidal saat berhaji, -tentunya- tidak melegitimasi untuk bisa berbuat semua larangan haji itu saat mengelola calon Jemaah haji. Semua pihak menjadi perekat untuk bersama meraih cita-cita tertinggi dalam pelaksanaan haji. Bukan hanya menciptakan kemabruran pribadi seorang Jemaah, namun lebih luas berharap kemakmuran negeri tercinta dari sekian banyak para hujaj Indonesia.

So’ let’s get Mabrur for Indonesia Makmur!

Cordova Travel Haji Jakarta

Related Post

Bulan Terbelah

Dalam kitab Bukhari dan Muslim juga dalam kitab-kitab hadits yang terkenal lainnya, diriwayatkan bahwa sebelum…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *