Laiknya stasiun suci, Allah SWT memberikan ruang waktu agar hamba-Nya senantiasa menjaga keteguhan jiwa dalam merangkai nurani yang suci. Tetap dalam dekapan ilahi, dan selalu terjangkau oleh sentuhan ukhrawi. Setelah melewati sebuah kemenangan hakiki yang terlahir kembali dengan kemulian hari Idul Fitri, kita melaju pada gerbang yang juga menghadapi ‘stasiun suci’ selanjutnya. Anugrah yang Allah berikan berupa ‘spase’ waktu untuk ‘bersuci’ antara Ramadhan dengan hari Arafah adalah ketetapan yang teramat indah sebagai umat Khatamul Anbiya Muhammad SAW. Keep The Faith, menjaga iman kita agar senantiasa bersemi hingga ‘panggilan’ terakhir (kematian) adalah goal setting Islam dalam mengatur kehidupan manusia muslim. Terlebih bagi semua calon tamu Allah, memasuki bulan Syawal, Dzulqo’dah dan Dzulhijjah adalah gerbang menuju pelataran suci yang akan meraih kemabruran hakiki. Seperti yang sering tertuang dalam artikel-artikel islami, bahwa untuk mendapatkan haji yang mabrur dibutuhkan proses ‘pensucian’ diri semenjak dini, tidak instan dan mudah diraih hanya membaca buku dan keterangan tentang pelaksanaan manasik haji. Momentum ‘Kemenangan’ Iedul Fitri lah yang rasanya sangat dominan dalam menjaga keimanan agar terus bersemi.
Bagi muslim yang belum berkesempatan menuju Baitullah, maka Islam memberikan juga kesempatan yang teramat indah untuk mendapatkan kemulian di Sisi-Nya, yakni berupa shaum Arafah disaat jemaah haji berada di Arafah untuk wukuf (9 Dzulhijjah). Di bulan haji terdapat amalan, doa dan munajat yang bila diamalkan akan memperoleh keutamaan yang sangat agung. Amalan-amalan tersebut tidak hanya dikhususkan bagi mereka yang sedang melakukan haji di tanah suci. Tetapi juga bagi kita yang tidak sedang melakukan haji.
Jika kita belum melaksanakan ibadah haji, maka mendawamkan dalam setiap doa untuk selalu berharap bisa melakukan haji. Karena dengannya, harapan kita kepada Allah agar diberi kesempatan, keluasan rizki dan kemudahan untuk melaksanakan haji semakin terlatih dalam setiap pengharapan.
Kembali pada tema diatas, benar bahwa menjaga lebih sulit dari memulai. Pun demikian dengan menjaga sebuah ‘Faith’, rintangan dan halangannya kerap membatasi setiap langkah kita. Bagaimana mengendalikan nafsu, menjadi kepiawaian yang sulit saat sendi dan rongga darah kita selalu dimasuki setan sang penjegal keimanan. Bagaimana menjaga konsistensi iman yang terus berkobar adalah perjuangan niat yang harus konsisten dalam setiap langkah. Namun, atas Kerahiman-Nya, Allah SWT memberikan peluang waktu sebagai ‘stasiun suci’ untuk melakukan pembenahan diri, stasiun suci itu terletak pada dua hari raya umat Islam selain hari Jum’at.
Tujuan akhir kita adalah panggilan terakhir. Karena panggilan terakhir itu tidak bisa di prediksi waktunya, maka hanya dengan ‘Keep the Faith’ lah kebahagian abadi kan diraih. Sejatinya, hari kemenangan Iedul Fitri dan menjelang yaumul Arafah menjadi momentum yang sangat berharga untuk ‘mengkampanyekan’ Keep The Faith dalam perjalanan hidup kita.