Ketika itu, beliau sedang dalam kondisi pengobatan. Kadar Trigliserid 3 kali lipat dari batas normal membuat beliau sering meradang karena vertigo. Dunia seperti jungkir balik dan beliau pun berobat kepada seorang professor. Hasilnya, ada beberapa obat yang perlu dikonsumsi diiringi diet beberapa jenis makanan terlarang sementara. Beliau dianjurkan untuk mengkonsumsi banyak buah dan sayuran. Saya pun ‘terpaksa’ patuh demi kesembuhan.
Masih teringat jelas saat suatu pagi beliau diminta berceramah. Di silaturrahim satu keluarga besar di bilangan Radio Dalam, Jakarta. Usai acara beliau dimuliakan sebagaimana tamu, yakni dipersilakan menikmati makanan. Sang Ustadzpun menerima ajakan tuan rumah. Sesaat sebelum tiba di meja makan prasmanan, beliau persilakan seorang yang ‘paling sepuh’ di sana untuk mengambil jamuan.
Maka ‘kakek’ itu mengambil makanan dan beliau berdiri kedua dalam giliran.
Apa yang oleh sang ustadz saksikan cukup mengejutkan, betapa sang kakek mengambil semua makanan yang disajikan. Tidak ada yang terlewat, sementara Sang ustadz hanya mengambil sayur dan buah.
Usai mengambil makanan, beliau sengaja duduk di sisi kakek. “Masya Allah….!” Ustad berdecak kagum melihat piring kalek ‘penuh’ dengan makanan. Sementara beliau yang jauh lebih muda hanya seperempat piring saja terisi sayur dan buah.
Terus terang beliau merasa iri kepadanya. Saat duduk di sampingnya, Ustadz berujar, “Belum ada pantangan makan ya, Pak?”.
Beliau tersenyum dan berkata, “Coba Ustadz terka berapa umur saya…?”.
Beliau menjawab dengan senyum seraya menerka, “Enam puluh tiga… Enam puluh lima… Enam puluh tujuh…”.
Anehnya, setiap kali saya coba menerka umur, beliau selalu menggeleng dan tersenyum sambil berkata bahwa terkaan saya salah.
Tiga kali saya menerka selalu salah. Demi Allah, parasnya serta sosok tubuhnya memberi isyarat kepada saya bahwa umur beliau belum lebih dari kisaran 60-an. Hingga saya mulai menampakkan mimik bingung di wajah.
Rupanya si kakek menikmati permainan tebak umur itu dengan ustadz. Mungkin ‘korban’ salah tebak yang kesekian kali.
Dalam kebingungan yang ustadz alami, beliau tetap tersenyum dan mulai menjelaskan dengan ujarnya, “Coba ustadz lihat di rambut kepala saya… Adakah uban di sana…?”
“Kacamata yang saya pakai ini bukan minus atau plus. Mata saya masih awas dan terang, Alhamdulillah. Ini saya gunakan hanya untuk menangkal sinar terik matahari….”
“Umur saya Alhamdulillah baru 83 tahun!”
Beliau terperanjat hampir tersedak, mendengar ujar si kakek. Gak masuk akal bagi saya umur beliau 83 tahun tanpa uban di kepala. Sementara saya yang berusia 30-an sudah banyak sekali uban bertaburan.
Apalagi kacamata berminus tebal, jadi ciri khas Sang Ustadz. Merasa tertarik dengan fakta ini ustadz kejar beliau dengan pertanyaan susulan, “Apa resepnya bisa hidup sehat, Pak?”
Kakek itu tersenyum menang dan membalas tanya saya dengan sebuah pertanyaan, “Ustadz, suka baca Al Qur’an?”
Beliau merasa aneh dengan pertanyaan ini. Dalam batin beliau bergumam, “Saya ini ustadz… Masa ditanya kayak begituan?”
Ustad jawab, “Ya, saya suka baca Al Qur’an!”
“Berapa kali dalam sehari…?” kejar sang Kakek.
“Minimal sekali dalam sehari. Rutin ba’da Subuh saya membacanya,” kata ustadz tanpa riya’.
“Oooo…., cuma sekali. Jadi lebih banyak makan dong daripada baca Al Qur’an?” lanjut kakek sambil senyum senior.
Terus terang sang ustadz merasa terhina dengan ucapan beliau. Tapi refleks ustadz langsung bertanya, “Apa hubungan baca Al Qur’an dengan hidup sehat dan awet muda, pak?”
Kakek jawab pertanyaan ustadz yang penasaran campur malu ini dengan bijak kali ini sambil menjelaskan, “Ustadz., sampai kini guru saya masih hidup. Beliau tinggal di Sumatera Barat. Umur beliau saat ini 97 tahun, dan Alhamdulillah kemanapun ia masih menyetir mobil sendiri. Beliau sehat di usianya yang senja…”
“Resep ini saya dapat dari beliau. Resep yang amat mudah dan simple, yaitu MEMPERBANYAK BACA DARI KANAN KE KIRI bukan sebaliknya…”
Masya Allah… beliau bergumam. Kagum dan syukur sang ustadz mendapat sebuah ilmu berharga tentang kesehatan dari seorang kakek di siang itu. Saat itu sang ustadz baru menyadari sebuah hikmah mengapa Allah pilih bahasa arab untuk Al Qur’an. Rupanya ayat ke 2 dalam surat Yusuf yang sering di baca, baru kini saya mengerti salah satu hikmahnya.
Selamat hidup sehat dengan Al Qur’an..
Barakallah fiikum.
(Based on true story Ustd. Bobby Herwibowo).