Tema di atas tampak klasik, dan tidak sedikit orang yang baru membaca judul-nya, sudah enggan meneruskan apa yang terjadi dalam rangkaian kata seterusnya. Padahal tema itu sangat akrab dengan kehidupan kita, bahkan bisa saja menceritakan perjalanan akhir kita. Tak jarang juga orang membaca dan mendengar tentang kematian, namun cukup hanya menjadi wacana sesaat. Setelah itu tenggelam oleh aktivitas hidup yang menguras energi. Terlebih dalam kehidupan modern saat ini, banyak orang yang menghindari untuk berpikir tentang kematian. Justru sebaliknya, tema kehidupan yang menarik tuk dikupas selalu bertolak belakang dengan kematian. Mungkin –sebagian kita- termasuk saya selalu terjebak untuk berpikir keras tentang bagaimana dan darimana saya mendapatkan harta, baju apa yang akan saya kenakan esok hari, makanan apa yang menjadi menu dinner kita nanti, terus dan terus pola pikir tercipta untuk bekal perjalanan duniawi. Namun tanpa sadar, kita lupa bahwa diantara space waktu itu bisa saja Izrael terlebih menyapa sebelum mengenakan pakaian baru esok hari, sebelum menyantap hidangan lezat dinner nanti. Dan tak ada yang mustahil setelah kita membaca artikel ini, Allah Berkenan mengutus Izrael tuk menyapa kita menuju akhir kehidupan dunia.
Tak ada satu jiwa pun tahu kapan ‘tamu istimewa’ itu kan menyapa. Tak ada teori atau rumusan apapun yang kan berhasil mengkalkulasikannya. Semua hanya menjadi rahasia Sang Maha Pencipta. Ketika melihat dan mendengar orang meninggal, yakinilah bahwa kita sedang mengantre tuk menyusulnya. Entah kapan kematian itu kan mendekap kita, bahkan bisa saja ia terlebih dulu menyapa orang-orang tercinta, istri, anak dan sanak keluarga. Hingga seolah jiwa kita luluh sebelum mati hanya karena belahan jiwa terlebih dulu disapa-Nya.
Jika Izrael menyapa, tak ada waktu tuk meronta, tak cukup rasa tuk berkata, tak mampu raga tuk berdusta. Ketika Izrael menyapa, semua kenyataan hidup tiba-tiba lenyap. Tak ada lagi kenangan indah hidup di dunia. Tak lagi mata memandang istri tercinta, tiada lagi jemari yang melingkar tangan mungil sang anak. Semua tertuju pada peristiwa akhir kehidupan manusia. Semua ini pastikan terjadi, siapapun kita, dari kelas sosial apapun kita, dari yang percaya Tuhan atau pun tidak, dari yang ber-agama atau pun tidak, dan dari yang menghiraukan hari setelah kematian atau pun tidak. Semua kan bersama merasakan betapa dahsyat-nya sebuah kematian.
Kita boleh berpikiran bahwa kematian hanya dekat pada kaum sepuh yang renta dan pasien yang terbaring lemah di rumah sakit. Tetapi jangan pernah menutup mata, bahwa tidak sedikit Izrael menyapa kepada jiwa yang memiliki raga sempurna. Demikianlah kematian, singkatnya “onggokan daging dan tulang” yang sebelumnya dapat dikenali, mengalami akhir yang menjijikkan. Di lain pihak, kita –atau lebih tepatnya, jiwa kita- akan meninggalkan tubuh ini segera setelah nafas berakhir. Sedangkan sisa dari tubuh kita akan kembali menjadi bagian dari tanah.
Mengingat kematian diantara kesibukkan sehari-hari, akan lebih mengenalkan raga kita pada hakikat sebuah kehidupan. Simpulnya kan memberikan cermin betapa kecil nya kita dihadapan Sang Khaliq, betapa nothing-nya kita tuk memiliki setitik rasa takabur. So, jangan pernah berhenti mengingat kematian.