Kala Rindu Terpasung
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, mendapatkan visa umrah tahun ini begitu complicated. Entahlah apa semua ini murni karena kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang membatasi kuota jemaah umrah, sehingga pelayanannya semakin maksimal, atau ada intrik dari pihak lain yang hanya memandang aktivitas (baca; umrah) ini sebagai kesempatan besar guna meraup margin berlipat-lipat. Saya dan mungkin juga Anda tidak akan banyak berbuat, ketika semua ruang informasi tertutup rapat. Jika pun ada, hanya bersifat himbauan dan info sepihak. Tanpa transparansi yang clear mengenai “Kisruh†yang terjadi. Tapi rasanya, tidak fair saya beropini masalah ini yang bukan kapasitas seorang WNI mengenai kebijakan pengeluaran visa tersebut. Semua tentunya sudah diperhitungkan secara matang demi kemaslahatan para tamu Allah di seluruh belahan bumi. Kini saya beranjak pada sorotan sisi lain akibat keterlambatan belasan ribu jemaah umrah Indonesia ke Tanah Suci. Kemarin saya berkesempatan masuk dan berdialog dengan salahsatu staff konsuler Kedubes Arab Saudi, meminta agar passport yang sedang dalam proses approval visa umrah jemaah kami segera keluar, mengingat keberangkatannya ke Tanah Suci telah mendesak. Namun sayang, mereka enggan memberikan permohonan itu sembari memperlihatkan saya pada satu tempat pengurusan visa yang ternyata telah menumpuk selama dua hari sebanyak 18.000 passport. “Visa itu akan keluar maksimal 5 hari kerja dari waktu passport masukâ€, ungkapnya tegas, saya balik bertanya jika lebih dari lima hari belum keluar (?), “insya Allah keluarâ€, jawabnya tanpa antisipatif. Sedang info proses visa selama 5 hari itu baru didapatkan dua hari yang lalu.
Saat keluar dari Kedubes, sejenak saya berpikir Yaa Allah…Bagaimana dengan perasaan jemaah yang telah berharap segera menuju kerinduan-nya pada Baginda Rasul dan cintanya pada-Mu. Angan yang telah terpatri harus tergadai oleh birokrasi manusia yang terkadang sulit dipahami. Rindu yang telah membucah harus terbenam oleh waktu yang terpending. Jujur saya sulit membayangkan betapa kecewanya para tamu suci yang terhempas oleh kondisi seperti ini. Bagaimana jadinya ketika seorang yang baru akan menginjakkan kaki ke Tanah Suci, mendapat kabar keberangkatannya terpending karena visa tak kunjung kelar. Dan bagaimana perasaan sebagaian jemaah yang harus menanggung rasa malu karena telah pamit dan mengadakan walimatus Safar pada segenap tetangganya.
Belum dengan kerugian waktu dan finansial akibat re-scehedule penerbangan serta hal-hal lainnya. Ternyata tidak sesederhana yang diungkapkan oleh seorang staff Kedubes tadi mengenai keterlambatan visa “Sudah malam ini cancel saja keberangkatannyaâ€, ungkapnya tanpa beban.
Yaa Allah…Yaa Mujibas Saailin, kami hanya menyadari bahwa segala yang terjadi tentu tak lepas dari kekuasaan-Mu. Tanpa lepas tangan akan hal ini, kami mencoba untuk terus berusaha memberikan yang terbaik bagi jemaah, tentunya dengan konsekwensi yang akan kami terima. Dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, kami segenap keluarga Besar Cordova memohon maaf atas ketidaknyamanan dan re-schedule perjalanan suci ini. Semoga semua spirit smartUMRAH tuk menggapai Maghfirah-Nya di Tanah Suci tak kan pernah lekang oleh peristiwa diatas.
Sebagai penyelenggara yang memiliki amanah kepada jemaah dan –tentunya- Allah SWT. Muncul pertarungan bathin yang kian berkecamuk tuk mencari solusi tanpa nurani. Mengandalkan koneksi, mengandalkan wibawa pangkat, bahkan mencoba menembus dengan bahasa kertas yang sakti (Baca; USD). Namun urung dilakukan, karena ingin rasanya kami menjaga niat unggul para tamu Allah. Tanpa ternoda dengan pemikiran kotor untuk menghalalkan segala cara.
Terakhir, saya teringat dengan sebuah hadist “Sesungguhnya Allah itu Thaayyib (baik), tidak menerima (suatu amal) kecuali yang baik (halal).” (HR. Muslim).
Allah tidak akan pernah salah dalam mengatur kehidupan manusia, seringkali kehendak Allah dengan kehendak manusia tidak bertemu. karena apa? Tidak mungkin karena Allah tidak mau….