Semua kita sepakat bahwa kematian akan menghampiri setiap jiwa yang bernafas. Tetapi tidak semua diantara kita ‘mengenal’ bagaimana panggilan itu tiba pada antrian yang jatuh terhadap kita. Dalam Islam, ada beberapa jenis panggilan yang –hakikatnya- langsung dari Rabbul Izzati. Beberapa diantaranya adalah panggilan adzan untuk menunaikan sholat 5 waktu, panggilan berhaji dan panggilan terakhir, yakni panggilan kematian. Berbeda dengan dua panggilan pertama, panggilan terakhir (kematian) adalah panggilan yang –terkadang- sulit dimengerti, bahkan cenderung sebagian kita belum mempersiapkan sedini mungkin. Jika panggilan haji, maka semua orang akan mempersiapkan diri dengan maksimal, tetapi –belum tentu- dengan panggilan kematian. Selain waktunya tiba-tiba dan tidak bisa di prediksi, kematian juga menjadi sebuah misteri hidup yang sebagian orang merasa ‘takut’ untuk berhubungan dengan-nya.
Padahal sesungguhnya perjalanan haji adalah sebuah ‘miniatur’ langkah manusia menuju kehariban Rabb-nya. Memasuki dimensi waktu dan tempat sebagai pembelajaran proses kematian. Tentunya kematian yang dirindukan oleh semua manusia muslim di jagad ini, yakni khusnul khatimah dalam dekapan cinta Sang Maha Penentu. Namun karena ‘tema’ kematian pada perjalanan haji ini masih belum masyhur dalam dunia riil kita, maka banyak diantara kita yang masih absurd untuk memahami korelasinya.
Cordova hadir dalam konsep haji sesungguhnya. Merasakan bagaimana getaran ruh yang merasuk pada energi positif Sang Pencipta. Merangkai sebuah perjalanan ‘ghaib’ yang terbungkus oleh balutan ihram, dan berjumpa di sebuah padang nan luas di Arafah, laksana padang Masyhar sebagai pengumpulan terakhir umat manusia. Dari filosopi itulah, kematian menjadi edukasi ruhiyyah yang menjadikan jemaah haji melakukan peribadahan dengan sangat khidmat. Karena Rasulullah mengajarkan kita untuk mengibaratkan perjalanan haji ini seolah perjalanan terakhir dalam sisa kehidupan kita.
Membangun jiwa calon smartHAJJ yang tetap rendah hati, tetap mengosongkan diri dari keangkuhan dan menjadikan ibadah ini seolah yang terakhir dalam langkah kita, maka tema mengenai kematian adalah pintu masuk agar cita-cita mabrur kita menjadi sebuah keniscayaan. Karenanya, dengan niatan tulus dan penuh rasa cinta, Cordova meng-create ‘undangan sakral’ manasik berupa nisan. Tidak ada maksud apapun dalam penyampaian pesan itu, kecuali membangun diri kita semua pada konsep haji tahun ini dengan grand thema ‘The Power of Surrender’. Kepasrahan total pada keputusan terakhir dari Sang Pencipta. Sehingga terbangun sebuah rangkaian bahwa untuk menuju ‘kekuatan pasrah’ itu dibutuhkan mental We Are Nothing.
Nisan adalah bentuk riil yang dalam budaya kita digunakan sebagai pertanda sebuah makam, mengingatkan kita bahwa tujuan akhir dalam kehidupan ini adalah kematian. Baginda Rasul SAW senantiasa menyarankan kepada kita, untuk selalu mengingat tentang kematian (dzikrul maut), karena dari dzikrul maut ini menjadi salahsatu penghapus dosa yang sangat mujarab. Selain itu, ingatan tentang kematian adalah sebuah alat kontrol kita dalam menghadapi nafsu duniawi.
Nisan adalah bentuk yang terkadang membuat kita ‘bergidik’, akan tetapi nisan pula yang membuat kita belajar untuk menghadapi sebuah kematian yang senantiasa membayangi setiap langkah kita tanpa disadari. Mau ataupun tidak, siap maupun tidak, hanya kepasrahan lah yang membuat kita mampu menghadapinya dengan penuh optimisme.