“Ketika batin tulus tuk memberi, kala itulah ALLAH akan bantu membuka jalan terbaik-Nya tuk memberi”
–Cordova Founding Father-
Semakin kita banyak memberi, semakin berlimpah nikmat yang teraih. Karena memberi adalah salahsatu cara manusia bersyukur. Dengan bersyukur ALLAH berjanji akan terus menambah nikmatnya yang tiada henti. Memberi sesungguhnya merupakan pangkal kebahagian. Sebaliknya, meminta atau menuntut merupakan sumber keresahan. Jika memberi, tanpa rasa yang dipaksa, kita akan merasa lega dan gembira. Sedangkan jika kita menuntut, terlebih jika tuntutannya besar dan tak terpenuhi, hasil akhirnya kita kan merasa jengkel dan kecewa. Demikianlah sebabnya, Islam mengajarkan kita agar memberi bukan meminta. Karena -memberi juga- merupakan sunatullah dan watak dari alam semesta. Perhatikan; Matahari, bumi, tumbuh-tumbuhan, sungai dan lautan mereka semuanya hanya memberi dan memberi, tak pernah meminta apa pun dari kita sebagai manusia dan sesama makhluk. Bagaimana kita –manusia- yang hina dan teramat kecil bisa kikir dengan apa yang kita dapatkan, sedangkan Pencipta kita, ALLAH SWT adalah Dzat Maha Pemberi. (QS. Ali Imran: 8).
Narayanan Krishnan, seorang chef terkenal di India yang hampir menggenggam puncak karirnya, memutuskan untuk berhenti sebagai chef dan memilih menjadi pelayan bagi orang-orang miskin. Saat ditanya tentang alas an keputusannya itu, jawabannya sangat singkat. “Ada ribuan manusia yang menderita di sekitar kita. Apakah makna hidup sesungguhnya jika bukan untuk memberi (?) Mulailah memberi dan rasakan kebahagiaannya…”
Hukum memberi (the law of giving) ini mengajarkan kepada kita paling tidak ada tiga hal. Pertama, apa yang kita tanam, itu pulalah yang kita tuai. Kata pepatah Arab “Man Zara’a Hashada,”. Adagium lama yang menyatakan, “Siapa menabur angina, ia akan menuai badai”, ini merupakan ketetapan ALLAH (Sunatullah) yang tidak akan pernah berubah. Kedua, kalau kita memberi, pasti kita akan mendapat. Diakui, manusia sering berpikir pendek dan terjebak pada logika materialism sempit, yang seolah-olah jika kita memberi, ada sesuatu yang hilang dari sisi kita. Padahal sebenarnya tidak demikian, apa yang diberikan tidak pernah hilang, ada semacam kekekalan energi di situ. Ketiga, rasanya tidak salah jika kita mulai membudayakan kebiasaan memberi bukan meminta. Memberi dahulu, baru kemudian mendapat. Ungkapan take and give (mendapat dan lalu memberi) yang popular dalam masyarakat kita, mungkin bisa diganti dengan ungkapan “give and receive” (memberi dan lalu mendapat).
Apa yang kita berikan –tentu- tidak selamanya berarti harta dan kekayaan kita (fisik-material). Kita bisa memberikan hal-hal lain yang dimiliki. Semisal tenaga, pikiran, ide, kasih saying, cinta, perhatian serta doa. Pemberian yang seperti inilah yang sejatinya menjadi pemberian yang besar dan penuh makna. Tidak selamanya, memberi dilakukan karena pertimbangan kebaikan, atau mencari solusi menang-menang (win-win solution), melainkan jalan keluar menuju kebesaran dan kebahagiaan abadi di dunia dan akhirat.
Pun demikian, Cordova ada dan berdiri karena memiliki konsep memberi yang menjadi basic atas segala langkah yang tertapak. Semoga ‘ketulusan-nya’ senantiasa terus mengalirkan limpahan berkah bagi kita semua.