Belajar dari Waitress

Senja di suatu hari, saya bersama beberapa rekan Cordova, di undang pimpinan kami untuk meeting di sebuah mall di bilangan Kota Mandiri. Seperti biasa jika meeting diadakan di luar headquarter, pastinya akan bernuansa rileks namun penuh khidmah. Sembari menanti kedatangan beberapa team yang belum sampai, kami terlebih dulu memesan tempat dan makanan di sebuah resto bergaya tradisional, betawi. Rasanya tidak salah jika saya memesan terlebih dulu minuman hangat, karena –memang- kondisi saat itu sedang musim hujan. Minuman hangat akan selalu menjadi menu pilihan. Saya panggil waitress yang tertera nama Nanda di bajunya. Dengan penuh senyum, Nanda memberikan daftar menu, gerak tubuhnya menunjukan bahwa dia senior di resto itu. Menyapa, menawarkan dan berujar dengan penuh kharisma. Tidak berjarak, namun penuh santun dengan para tamu yang semakin ramai memadati resto itu. Langkahnya gesit, namun penuh perhitungan.

Nanda, waitress yang berpenampilan cukup apik itu, dibalut dresscode khas daerah Resto, hingga terlihat sangat sopan. Wanita yang berumur sekitar 28 tahun itu juga banyak memikat tamu di restonya, bukan karena ia seorang wanita yang menjadi buruan ‘mata lelaki’, namun karena pesona dan sikapnya sebagai pelayan para tamu-nya dengan penuh rasa. Setiap tamu yang datang, ia tempatkan sebagai ladang rizki untuknya, kawannya dan –tentunya- teruntuk restoran tempat ia bekerja. Dengan demikian, Nanda tampak sangat antusias dalam menyambut ‘rizkinya’ meski mereka hanya membeli segelas teh manis hangat sekalipun. Selain Nanda, ada juga temannya Bella dan Iwan. Hampir sama, mereka semua memperlakukan kami (konsumen) dengan sepenuh hati.

Di resto itu, tampak ada sekitar 6 orang, tiga waitress, dua koki dan seorang kasir. Meski banyak tamu yang harus dilayani, namun penyajiannya cukup cepat. Yang lebih membuat kami salut, mereka bekerja dengan saling mengisi job desk. Lazimnya seorang waitress, mereka hanya melayani dan mengatur lalu lintas hidangan sampai ke meja kunsumen, namun yang kami perhatikan di Resto itu mereka bekerja bukan sekedar pelayan. Mereka terlihat sigap dalam membersihkan property dan lingkungan tempat kerjanya.

Tanpa saling mengandalkan, ketika temannya sedang melayani tamu, maka salahsatu dari mereka membersihkan pintu kaca yang mengembun. Saat itu, hujan sangat besar, sedangkan di dalam ruangan ber-ac. Maka pintu kaca besar itu tampak seperti kena uap. Dengan sigap, Nanda, bella dan Iwan bergiliran mengelap kaca itu, dengan sesekali mengepel lantai yang terciprat air hujan. Begitulah seterusnya, mereka bahu membahu bekerja untuk kenyamanan para pelanggannya.

Tibalah waktu meeting, ternyata cukup lama kami memperhatikan cara mereka bekerja. Belajar dari ke-seriusan, ke-sigapan, ke-antusiasan, kemandirian dengan penuh tanggungjawab. Berjuang untuk tidak berada dalam zona nyaman bekerja, setelah itu maka timbulah rasa penuh amanah. Bekerja total untuk memberikan kepuasan semua pelanggan. Wal akhir, kita semua mendapat pelajaran yang penuh makna petang itu.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *