Sinkronisasi ruh & jasad
Setiap tahun dalam satu bulan, sesungguhnya ada sebuah peristiwa besar yang luput menjadi perhatian manusia di Alam raya. Disebut perhatian manusia, karena –manusia- memiliki ruh dan jasad. Jika tidak memiliki salah-satunya, maka makhluk itu tidak bisa dikatakan sebagai manusia. Tanpa ruh, jasad itu hanya berupa mayat yang tak berdaya. Pun sebaliknya, tanpa jasad, ruh hanya bagian abstrak yang hidup diluar dunia materi. Peristiwa besar yang terus berulang, memutar dan bersinergi dari satu tempat menuju tempat lainnya di Bumi ini. Selama satu bulan itu, letupan dahsyat sesungguhnya telah terjadi ditengah-tengah kita, bahkan dalam diri kita sendiri. Ketika ruh dan jasad melakukan balutan rasa yang mencengkram satu sama lain, bersatu padu bak gelombang yang sulit dipisahkan. Menyatu erat selama satu bulan di waktu yang terus menerus berputar. Hari ini di Jakarta, peristiwa itu akan kembali terjadi pada pukul 17.57. dan akan terus diikuti dari satu tempat ke tempat lain. Dari satu individu manusia, ke individu manusia lainnya. Yah, ketika dua tujuan antara ruh dan jasad itu bersatu untuk melepaskan dahaga usai puasa seharian. Jasad membutuhkan makan, secara otomatis ruh mengamini apa yang digerakkan jasad.
Hampir dipastikan menjelang waktu berbuka, setiap muslim yang berpuasa menanti dengan penuh kesenangan, dengan segenap rasa, sehingga dimana dan bagaimana pun, preparing penyambutan beduk maghrib menjadi yang paling dinanti oleh umat Islam di manapun berada. Yang dijalan, segera mencari gelombang radio didalam kendaraan, jika bisa ingin segera me-request tembang hits lagunya diganti adzan maghrib, atau yang di rumah, segera mencari chanel televisi yang mengumandangkan adzan, -untuk didaerah- terpaksa harus mencari saluran televisi lokal yang –tentunya- tidak sama waktu kumandang adzannya. Bahkan di berbagai desa, peristiwa besar itu ditandai dengan dentuman bom bamboo atau meriam pertanda telah tiba waktunya berbuka puasa, telah sinkron-nya needed ruh dan jasad.
Seperti jasad, ruh pun memerlukan makanan. Setiap yang hidup perlu makan, dan makanan ruh yang baik adalah cahaya-cahaya Ilahiyah dan ilmu-ilmu Rabbaniyah yang tercermin dalam setiap kemuliaan syariat. Termasuk cahaya Ilahiyah dalam bentuk doa, dzikir, shalat, puasa, zakat, haji dll. Di bulan Ramadhan ini, manusia muslim berusaha menerangi ruh dengan beragam makanan ruhani. Memandikannya dengan proses pencucian batin, seperti istigfar, mengendalikan hawa nafsu dan semua aktifitas mulia di bulan yang juga penuh dengan kemuliaan.
Seperti tubuh, ruh pun memiliki rupa yang bermacam-macam; buruk atau indah, juga mempunyai bau yang berbeda; busuk atau harum. Rupa ruh lebih beragam dari rupa tubuh yang tampak secara kasat mata. Berkenaan dengan rupa atau wajah secara jasadiyah (atau lahiriah), kita dapat saja menyebut wajahnya mirip binatang, tapi –pastinya- ia bukan seekor binatang. Namun ruh, dapat benar-benar berupa binatang jika ia memiliki sifat binatang. (QS: Al-Maidah: 60). Lalu dapatkah kita bayangkan bagaimana indahnya rupa ruh kita saat berada dalam dekapan jasad yang bersamaan di saat berbuka nanti (?) Subhanallah, mungkin saja lebih indah dari rupa jasad sesungguhnya.
So, 17.57 waktu Jakarta sore ini adalah waktu dimana rasul memberikan salahsatu janji kesenangan bagi mereka yang berpuasa, yakni indahnya berbuka. Dan –tentunya- waktu dimana merekahnya keindahan rupa ruh dalam jasad manusia.