Tak dipungkuri, sedari rembulan suci tampak di ufuk sana, cakrawala merubah segala peristiwa yang kan terjadi selama 720 jam menuju kefitrahan hakiki, tepatnya selama bulan Ramadhan berlangsung. Kini, tak lebih 144 jam lagi ‘rembulan’ suci itu kan meninggalkan kita. Jauh sebelum Ramadhan tiba, setiap insan beriman, bahu membahu menyongsong bulan penuh kehangatan, menyibak balutan lentera hitam-nya, menuju sebuah tingkatan ketakwaan yang tiada tara. Yah, Ramadhan menjadi magnet luar biasa bagi setiap muslim dimana pun berada. Semua bergerak mengarah keshalihan massif, semua berjalan menuju buih kecintaan-Nya. Karena memang Ramadhan tercipta sebagai “Mesin” pencuci segala kepongahan manusia. Berbeda dengan semua ibadah yang dilakoni, shaum Ramadhan adalah titik dasar yang mengikat sebenar-benarnya ketakwaan manusia pada Rabb-nya. Jika semua ibadah yang dilakukan dapat terukur oleh kacamata manusia, maka shaum hanya terukur oleh kekuatan Azza Wa Jalla.
Seseorang tak mudah mengetahui bagaimana orang lain melakukan kewajiban shaum dengan baik, karena shaum adalah sebuah ketakwaan yang didedikasikan hanya untuk ALLAH SWT. Ibadah ini nyaris lepas dari sifat takabur atau riya tuk menampakkan keshaumannya, shaum pun bukan hanya sebuah ritual ketakwaan belaka, namun lebih merupakan kesinambungan ma’ruf antara dua alam, langit dan bumi.
Tak ayal, disetiap mengawali Ramadhan, setiap muslim di dunia, sebisa mungkin mencoba lepas dari kebiasaan buruk watak dan thabiat-nya. Jika –tak ingin- disebut sebagai “Shalih dadakan” maka kita dapat menafsirkan mereka berduyun-duyun menghormati sakralnya bulan suci umat Islam. Karena tiada yang tahu, ketika “kita” menjadi bagian dari para “shoimin” (orang yang berpuasa), maka segala noktah dalam jiwa kan terkuras bersih oleh keberkahan Ramadhan.
Dihubungkan dengan dimensi duniawi, maka sesungguhnya Ramadhan memiliki efek besar pada perjalanan ruh manusia sebagai makhluk sosial. Selain mengajarkan ketakwaan tinggi pada Sang Pencipta, Shaum dinilai menjadi kunci tuk meruntuhkan sikap rakus manusia. Ia juga mampu menjadi kendali rasa peka sesama manusia disekitarnya. Terlebih dipenghujung shaum kita, Islam menggariskan sebuah kewajiban menyisihkan harta kita melalui zakat fitrah. Sungguh lengkap edukasi yang terdapat dalam Ramadhan, sehingga award yang dijanjikannya pun tak tanggung-tanggung bagi para shoimin yang ‘benar-benar shoim’, mereka kan kembali suci laiknya bayi merah yang mendapat lembaran baru dan bersih dari segala noktah.
Tak salah menuju ‘detik’ akhir Ramadhan tahun ini, dengan segenap rasa, mari bersama membangun sebuah paradigma baru tentang ramadhan. Tidak asal puasa, tidak asal tarawih, tidak asal sedekah, tetapi menjadi puasa, tarawih, dan sedekah tidak asal-asalan. Seolah bulan suci ini adalah Ramadhan terakhir dalam hidup kita.
Ramadhan Kareem, ALLAHU Akram!