Muadzin ! Muslim most wanted
Seorang kakek berjalan tertatih-tatih menembus kegelapan malam. Raganya yang renta membuatnya sulit meniti lorong gang sempit. Suasana masih sunyi senyap. Udara dingin dan hujan rintik-rintik membuai insan untuk bertahan di pembaringan. “Allahu akbar, Allahu akbar”, tiba-tiba terdengar kumandang adzan memecah kesunyian. Lirih namun memekakkan telinga. Ya, itulah fenomena Adzan yang tak sedikit dialami masyarakat kita. Adzan didominasi kawula sepuh. Langka dan memanggil orang-orang yang langka.
Tak lama setelah suara iqamat bergema, insan pun kembali ke pembaringan. Mereka hanya terusik sejenak sambil mengumpat tak adakah orang yang bisa mengumandangkan adzan dengan sedikit lebih beretika dan berestetika.
Bila kita cermati, adzan hanya terdiri dari 7 kalimat sederhana yang diulang-ulang. Ia mudah diucapkan dan menghafalkannya. Sebuah karunia besar bagi umat Islam, yang panggilan ibadahnya unik, tak menyamai umat lain. Namun masa demi masa berlalu sejak wafatnya Rasulullah SAW. Kita kian menjauh dari ibadah yang satu ini. Padahal pahala demikian besar. Rasulullah SAW bersabda, “Muadzin itu akan diampuni dosa-dosanya sesuai dengan panjangnya suara adzan dan pahala seperti orang-orang yang sholat bersamanya.”(HR.Al-Thabrani).
Dalam hadist lain disebutkan, Rasulullah SAW bersabda,” “Barang siapa yang mengumandangkan adzan selama dua belas tahun maka ia wajib masuk syurga. Sekali adzan pada tiap hari ia memperoleh enam puluh kebaikan dan setiap iqamah memperoleh tiga puluh kebaikan.”(HR. Ibnu Majah).
Keutamaan ini kiranya luput dari ingatan kita. Mungkin juga luput dari pendidikan anak-anak kita. Terpendam diantara les piano, matematika, atau games yang menyita waktu anak. Sehingga manakala segolongan orang berkumpul untuk shalat berjamaah, sulit menemukan mereka yang bersedia menjadi muadzin dengan penuh sukacita.