Rasanya untuk saat ini, saya harus keluar terlebih dulu dari lingkaran fikih mengenai hukum merayakan Maulid Nabi. Satu hal yang –mungkin- selalu menjadi diskusi alot antara yang boleh dan tidak. Saya hanya ingin membangunkan rasa cinta pada idol sesungguhnya, kekasih –yang seharusnya- menjadi paling sejati diantara cinta dan kasih terhadap manusia lainnya. Rasulullah SAW, Muhammad bin Abdullah. Yah, keagungan cintanya kepada kita, tidak akan pernah tersaingi oleh makhluk yang pernah ada dalam jagad ini. Sejujurnya, jika bukan karena tanggal merah, atau tulisan-tulisan besar pada baliho di jalanan mengenai Maulid Nabi, Saya –mungkin- akan semakin melupakan-mu duhai Rasul. Mungkin juga, ungkapan shalawat yang setiap hari terlontar hanya sebuah kelayakan dzikir usai ibadah shalat, tanpa mendalami betapa hidupmu penuh dengan rasa cinta kepada kami. Maafkan kami yang meninggalkanmu dalam buku-buku sejarah yang entah sudah chapter keberapa, karena luput dari ingatan. Serta merasa cukup dengan memajang namamu pada hiasan dinding rumah dan masjid yang begitu indah. Maafkan kami ya Rasulallah yang ternyata masih saja ingat kepadamu karena sebuah momentum, karena sebuah baliho dan tanggal merah, masih teramat jauh dengan cinta kasihmu yang teramat besar.
Semua orang –mungkin- pernah merasakan bagaimana rasanya ketika dihinggap perasaan rindu, asa yang menggebu. Jiwa yang meronta karena ingin segera berjumpa. Siang malam gelisah, pasrah menunggu saat yang begitu dinanti. Terlebih jika penantian itu terhadap sosok mulia pembawa risalah, jangankan menatap dan menyentuh makamnya, mendengar nama mulia-nya saja, hati terasa bergetar, shalawat menggema dalam jiwa. Dan rasa melebur dalam raga. Semua partikel mengalir dalam tubuh. Tak akan pernah ada seorang muslim –sejati- luntur dari rasa cinta dan rindu kepada Rasulullah SAW. Meski tak pernah jumpa dan menatapnya, hati kan selalu merindu.
Dalam sebuah syair Arab disebutkan; Bagaimana mungkin dapat diimbangi seorang insan terbaik yang hadir di muka Bumi. Semua orang yang terpandang tidak akan mampu mencapai ketinggian derajatnya. Semua orang yang mulia tunduk dihadapannya. Para penguasa Timur dan Barat rendah disisi-nya. Abdullah bin Mas’ud (sahabat Rasul), mengungkapkan; Sampai sekarang masih terlintas dalam ingatanku saat Rasulullah SAW mengisahkan seorang Nabi yang dipukul kaumnya hingga berdarah-darah. Nabi tersebut mengusap darah pada wajahnya seraya berdo’a “Ya ALLAH, ampunilah kaumku, karena mereka kaum yang jahil.
Shalawat dan salam bagimu duhai Rasulullah, kekasih ALLAH yang sangat kami rindu. Izinkan kami tuk selalu berada di samping pusaran Rasul-MU, sebelum jiwa meregang kehadirat-MU Yaa Rabb. Mudahkan dan berikan limpahan rezeki umat Islam yang tak kuasa membendung luapan rindu dalam diri. Kami mohon jangan ENGKAU matikan hati dan jasad terlebih dulu sebelum berada di tanah suci-MU dan dekat dengan kekasih-MU