Manusia adalah makhluk dinamis, tidak statis. Tidak selalu datar, terlebih diam membatu. Bergerak dan terus bergerak. Tetapi dari pergerakan itu, hanya organ yang bersifat motorik saja yang membedakan manusia dengan benda mati, padahal manusia juga bisa berubah menjadi makhluk yang statis dan bahkan diam jika tidak disebut ‘mati’. Sebutan ‘ekstrim’ itu tentu mengundang pro-kontra ketika kita hanya mendengar kalimat ‘Manusia bisa berubah menjadi benda mati’, yah mati disini ketika brain tidak menghasilkan sesuatu yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Ide yang mandeg, pikiran yang nyusut dan cenderung terus mengalami penurunan. Adalah awal manusia berubah menjadi “Benda Mati” secara minded, yang hanya tumbuh organ-organ motorik-nya saja, tidak lebih dari itu. Oleh karenanya kerangka pikir yang menghasilkan daya pikir adalah prioritas utama yang diemban Rasul untuk “Berpikir”, tentunya berpikir secara terbuka dan tidak parsial. Mudah menerima ide orang dan mengeksplor segala sesuatunya melalui kekuatan berpikir dari diri dan jiwanya sendiri.
Jika ditemukan gejala mandeg tuk berkreasi (buah dari pikiran), maka Islam mengajarkan untuk singgah ke tempat lain, atau hijrah dengan makna yang luas. Dari sanalah ‘open minded’ akan terasa lebih leluasa untuk menghindarkan manusia menjadi ‘benda mati’. Karena proses berpikir adalah proses menemukan gejolak jiwa yang senantiasa berubah setiap saat. Juga sebagai balancing dari kemapanan hati yang bernurani, meminjam istilah ‘Intelek-nya’ Vicky, untuk menghindari “Kontroversi hati”. Namun jika setelah perpindahan, -baik jiwa maupun fisiknya-, masih tetap pikirannya terasa seperti batu (Tak bergerak/statis). Maka dapat dipastikan kita sedang berada di jurang kehancuran sebagai manusia yang membawa peradaban.
Setiap makhluk hidup memiliki otak (brain), tetapi tidak setiap makhluk mampu untuk mengelola brain tersebut. Atau dikatakan dengan daya berpikir. Hanya manusialah yang diberikan potensi untuk selalu berpikir dan berpikir. Karena proses dari semua kemajuan di bumi ini terlahir dari otak yang –mungkin- besarnya hanya sekepal tangan manusia. Tetapi yang perlu digaris bawahi, tidak semua manusia pula yang memiliki keinginan untuk mengelola brain menjadi buah pikir dari ide-ide cemerlang, hanya merekalah yang pada dasarnya memiliki keinginan kuat untuk terus menyeimbangi hidupnya dengan fenomena zaman yang terus berubah. Yakni orang yang selalu berpikir, atau dalam Al-Quran disebut sebagai “Ulul Albab”.
Di akhir refleksi ini, kita sedikit mengutip sebuah motivasi tentang maslahat orang yang selalu berpikir. “Tak ada ilmu bila tak berfikir, tak ada amal bila tak berilmu, dan tak ada pahala bila tak beramal”.