Abdullah bin Ubay bin Salul
Satu waktu ketika Islam semakin kuat di Madinah, kaum Yahudi sudah diusir karena perbuatannya yang melampaui batas dalam menghancurkan ketentraman dan kedamaian masyarakat Madinah. Akan tetapi, keadaan Madinah belum sepenuhnya aman akibat ulah Abdullah bin Ubay bin Salul, pemimpin orang-orang munafik yang senantiasa menggunting dalam lipatan. Beberapa saat kemudian dikabarkan bahwa Abdullah bin Ubay sakit keras.
Abdullah, anak Abdullah bin Ubay yang sudah masuk Islam walaupun ayahnya seorang munafik yang jahat, tetapi sesuai dengan ajaran al Qur’an dan tuntunan Nabi ﷺ, ia harus tetap melayani ayahnya dengan cermat dan penuh kasih sayang. Hanya ia merasa sangat berat ketika ayahnya dalam nafasnya yang semakin berat dan ajalnya terasa semakin dekat, meminta kepadanya untuk memberitahu Nabi ﷺ tentang sakitnya. Serta memohon agar Nabi ﷺ bersedia menjenguknya sebelum dia mati. Selaku anak yang taat, ia pun mendatangi Nabi ﷺ lalu menyampaikan harapan ayah tercintanya waktu itu. Saat itu Umar bin Khattab RA sedang bersama Rasulullah ﷺ yang tersenyum ramah mendengarkan Abdullah berbicara. Seketika itu Umar meminta Nabi ﷺ agar tidak meluluskan permintaan gembong kaum munafik itu. Alasannya, karena ia telah banyak sekali menghancurkan kepentingan kaum muslim dan serigkali mengkhianati Rasulullah ﷺ. Apalagi dengan fitnah-fitnah keji yang selalu disebarkan untuk menjatuhkan namanya.
Rasulullaah ﷺ menjawab ramah kepada Umar untuk menghargai permintaan Abdullah bin Ubay itu, sambil mengenakan jubahnya yang paling bagus. Selanjutnya mereka berangkat mengikuti anak Abullah bin Ubay dari belakang. Umar walaupun tidak senang, terpaksa menyertai Nabi ﷺ menuju rumahnya.
Setiba di sana, Umar semakin geram sebab Abdullah bin Ubay merengek kepada Rasulullah ﷺ agar Beliau melepas jubahnya untuk menyelimuti badan Abdullah bin Ubay. Ia ingin mati berselimutkan jubah Nabi ﷺ. Tampang Umar bertambah kecut, giginya menggertak dan tangannya mengepal. Sekali ini dengan wajah keras ia memberi isyarat kepada Nabi ﷺ lewat matanya yang menyorot berapi-api. Ia teringat betapa hampir saja pertumpahan darah antara kaum Muhajirin dan Anshor akibat berita buruk dan fitnah yang dilontarkan oleh Abdullah bin Ubay sebelum sakitnya. Ia terkenang bagaimana tentara Islam nyaris hancur dalam perang Uhud akibat desersi sebagian pasukan yang dipelopori oleh Abdullah bin Ubay. Jadi Umar sangat benci rengekan Abdullah bin Ubay yang seperti anak kecil itu.
Akan tetapi, Rasulullah berpendapat lain. Ia adalah pemimpin bagi semua orang, semua manusia, bahkan jin dan makhluk lainnya. Ia adalah rahmat buat alam semesta. Karena itu, Nabi ﷺ segera melepas jubahnya lalu menyelimutkannya ke tubuh Abdullah bin Ubay yang tengah ditimpa demam hebat. Terkabullah keinginan pemuka kaum munafik itu untuk mati berselimut jubah Nabi ﷺ yang suci.
Umar bekata, “Ya Rasulullah, bukankah Abdullah bin Ubay itu musuhmu?”
“Bukan. Dialah yang memusuhiku.” Jawab Rasulullah ﷺ dengan sangat bijaksana.
Selanjutnya Umar berkata, “Yang jelas dia tidak pernah kering dari usaha jahat untuk membinasakanmu dan menghancurkan agamamu, mengganggu masyarakat Madinah yang rukun dan damai. Ia adalah pemimpin kaum munafik.”
“Betul katamu Umar,” jawab Rasulullah ﷺ tetap tenang.
“Alangkah beruntungnya dia jika dapat mati dengan berselimut jubahmu. Padahal kami para sahabatmu belum tentu memperoleh nasib sebaik itu.” Lanjut Umar.
Rasulullah ﷺ lantas bersabda dengan penuh bijaksana, “Umar, jangan sempitkan pikiranmu. Apakah aku tidak boleh membuatnya senang sebentar sebelum ia mengalami azab berkepanjangan di neraka? Abdullah bin Ubay tidak akan selamat memakai jubahku dalam ajalnya. Sebab jubahku tidak akan menyelamatkan siapa-siapa. Manusia hanya akan selamat oleh iman dan amal salehnya sendiri.”