Sebelum menafsirkan macam-macam tentang apa yang dimaksud tema diatas, ada baiknya kita bertahan membaca artikel ini. Karena bisa saja, ada sebagian kecil orang yang baru melihat ‘sepenggal’ tema saja, akan langsung ‘menghakimi’ terlebih dulu, tanpa menghabiskan bacaannya hingga usai. ‘You Need Me’ seolah ungkapan ‘kesombongan’, ‘kedigdayaan’, dan ‘kediktatoran’. Tapi bisa saja sebaliknya, jika kita melihatnya dari angle yang berbeda, semacam bisikan dalam hati untuk membuktikan bahwa kita bisa membantu dia. Bahwa pertolongan kecil kita, sangat membantu dia yang –kita- tahu dia sulit untuk melakukan hal tersebut. Sekali lagi, jika ungkapan ‘You Need Me’ hanya keluar dalam hati, maka angle nya tidak menjadi ungkapan antagonis. Tetapi jika keluar dari mulut kita, maka akan sangat menjadi multi interpretasi.
Tetapi yang dimaksud ‘You Need Me!’ disini adalah uraian dari apa yang saat ini terjadi di negeri kita tentang ‘politisasi’ anak yatim. Wah masa seh anak yatim di politisasi (?) Apa ungkapannya tidak terlalu kasar dan keras (?) Rasanya ungkapan itu teramat lembut dibanding meng-exploitasi anak-anak yatim, yang Rasulullah SAW –saja- memberikan garansi surga bagi mereka yang memelihara anak yatim dengan penuh kasih. Entah apa karena banyak yang beranggapan bahwa tanggal 10 Muharam besok adalah Lebaran anak yatim, sehingga banyak kita temukan spanduk-spanduk, baliho dan aneka publikasi lainnya berlomba untuk mensejahterakan para ‘Aytam’ (anak-anak yatim), menuliskan besar-besar no rekening dengan brand ‘Anak Yatim’. Bersaing mengumpulkan dana, untuk kemudian –konon- akan diberikan santunan itu pada anak-anak yatim.
Seolah anak-anak yatim itu membutuhkan kita, padahal sesungguhnya kitalah yang membutuhkan mereka. Kitalah yang –sejatinya- menjemput bola untuk tidak membiarkan ‘brand’ anak yatim mulia ini seolah derajatnya lebih rendah. Wajah-wajah terpampang di spanduk besar, dengan mimik yang membuat orang tersentuh, patut dikasihani, bukankah hal demikian adalah politisasi penghinaan terhadap anak-anak mulia tersebut (?) Dengan alasan apapun, Al-Quran yang jauh lebih mulia dari gambar-gambar besar disepanjang jalan itu telah dahulu mempublikasikan tentang bagaimana mulianya anak-anak yatim itu, dengan ulasan dan sastra tinggi, Al-Quran tidak malah merendahkan derajat para Aytam. Justru Al-Quran dengan lantang bahwa pendusta agama adalah orang yang tidak ‘mengasihi’ anak-anak yatim. Dengan bahasa yang indah tanpa menghinakan derajatnya sebagai Yatim.
Jika artikel ini bisa menjadi kepanjangan lidah para ‘Aytam’, maka dengan jujur, -mungkin- sebenarnya kita lah yang sangat-sangat membutuhkan mereka. Membutuhkan doa dan kemuliaannya. Lebih baik malah kita menempatkan mereka pada sosok yang lebih elegan, menjadikannya sebagai bapak asuh yang berada dan bersama pada aktivitas kehidupan kita. Mengasihaninya seperti mengasihani anak kandung sendiri.
Mereka bukanlah anak-anak lemah, anak-anak yang minta dikasihani karena nasibnya, anak-anak yang mudah kita jadikan apa saja, dan mereka bukan pula anak-anak yang selalu berharap materi dengan wajah ingin dikasihani. Justru merekalah anak-anak yang kuat, anak-anak yang survive tanpa belaian seorang Bapak, anak-anak mulia yang bisa meninggikan derajat kita.
So, pada akhirnya kita benar-benar membutuhkan mereka, we need u! Membutuhkan doa-doa ‘sakti’ mereka.
Semoga senantiasa diberkahi dan dirahmati Allah S.W.T. pada orang-orang yang selalu menyantuni anak yatim…