Era disrupsi saat ini membawa manusia memasuki masa yang penuh perubahan fundamental pada tatanan dunia. Manusia kian kehilangan prioritas sejati dalam hidup. Banjirnya informasi justru membuat banyak insan mengalami kemunduran spiritual. Sudah saatnya menapaki kembali sejarah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, sebagai teladan dalam hidup yang berlandaskan tauhid. Inilah kiranya prioritas yang seharusnya tidak lekang diterjang jaman.
Ibrahim ‘alaihis salam adalah nabi ke-6 dalam Islam dan Ia bergelar Khalilullah (Kesayangan Allah). Hal ini termaktub dalam QS. An-Nisa’ ayat 125: “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim ‘alaihis salam yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.” (QS. An-Nisa’: 125).
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dijadikan Allah sebagai pemimpin bagi seluruh manusia, imam bagi orang-orang beriman yang meng-esakan Allah subhanahu wa ta’ala. Dalam surah Al-Baqarah ayat 124 disebutkan, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim ‘alaihis salam diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim ‘alaihis salam menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrâhîm ‘alaihis salam berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim” (QS. al-Baqarah:124).
Ayah Ibrahim ‘alaihis salam, Azar bin Tahur adalah seorang pembuat patung yang terkenal di masa raja Namrudz berkuasa. Di negeri tempat Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tinggal, sebagian penduduknya menyembah berhala, sebagian lagi menyembah matahari, juga bulan dan bintang. Meski diusianya yang masih kecil, Ibrahim ‘alaihis salam sudah merenungkan dalam benaknya, pertanyaan-pertanyaan tentang Sang Pencipta.
Ibrahim ‘alaihis salam tumbuh menjadi anak yang memiliki kecakapan akhlak dan kecerdasan, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an, “Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim ‘alaihis salam hidayah kebenaran sebelumnya, dan kami mengetahui (keadaan)nya.” (QS. Al-Anbiya: 51)
Ini adalah kemampuan berfikir yang Allah karuniakan untuk Ibrahim ‘alaihis salam sehingga ia tidak menerima kepercayaan kaumnya yang justru menyembah makhluk ciptaan Tuhan yang sebenarnya. Ibrahim ‘alaihis salam pun menyadari bahwa Yang Mengendalikan bulan, bintang, matahari, siang dan malam; juga Yang Menciptakan seluruh makhluk di bumi adalah Tuhan yang sebenarnya.
Semasa remaja, Ibrahim ‘alaihis salam sering bertanya kepada sang ayah tentang Tuhan yang sesungguhnya. Meski demikian, ayahnya tak menghiraukan Ibrahim ‘alaihis salam. Ibrahim ‘alaihis salammenyadari kesia-siaan patung berhala sehingga ia berusaha menyadarkan kaumnya dan menyebarkan dakwah tentang Tuhan yang sesungguhnya.
Sayang sekali Sang Ayah tak mau meninggalkan agamanya. Ayahanda bersikukuh menyembah berhala.
Walaupun begitu Nabi Ibrahim Alaihissalam tidak lantas menyerah namun berdoa meminta kekuatan dan tetap berdakwah dengan harapan ia bisa merubah orang – orang syirik dan ayahnya. Inilah teladan dalam menyeru manusia ke jalan kebaikan. Kita hanya berusaha sekuat tenaga, namun hidayah adalah kepunyaan Allah, yang diberikan kepada insan yang dikehendaki-Nya.