Terkesan emosional memang membaca tema diatas, seolah ingin menjelaskan bahwa Devide et Impera atau teori pecah belah, adalah sebuah teori licik yang dibangun atas dasar kelabilan seseorang dalam menggapai kepuasan diri. Meski teori ini dikenalkan oleh seorang orientalis Belanda, Christian Snouck Hurgronje, saat menjajah Indonesia, namun juga kerap ditiru oleh orang-orang yang dengki akan sebuah persatuan pada satu komunitas dimanapun berada, termasuk di Tanah Air tercinta. Secara definitif teori pecah belah ini adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi. Tujuannya ingin mendapat dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang mudah ditaklukan. Dewasa ini, teori pengecut itu selalu menjadi primadona tuk menggapai sebuah tujuan. Dan tentunya tidak hanya dilakukan para orientalis, tetapi juga kerap dilakukan oleh oknum intelektual ber-identitas muslim.
Mentalitas teori busuk itu kian menjamur disaat ‘syahwat’ duniawi kiat memuncak. Nampaknya bukan lagi pemilik para penjajah demi meraup sumber alam di tanah jajahannya, tetapi merambah juga pada sekat yang lebih spesifik, yakni pada prilaku oknum “Manager home industry” atau ibu rumah tangga yang hatinya tak pernah diam, penuh dengan kegelisahan tuk mengejar nafsu dunianya. Bingung, bimbang, takut, dan tak puas pada realita yang terjadi selalu menghantui segala gerak dan langkahnya. Walhasil, dalam hatinya mengkristal tumpukan dendam pada objek bidikannya.
Sudah lama saya mendengar polah dan tingkah buruk dari ‘tokoh’ antagonis yang satu ini. seorang yang banyak menancapkan taring tuk menghancurkan bangunan kokoh suatu komunitas. Beragam teori destruksinya ia rangkai dengan sangat halus maupun kasar, tetapi pada akhirnya ia terjungkal tak mampu membendung pondasi kuat yang terbentang. Seolah tak habis pikir, pola liciknya ia kembangkan dengan sporadis dan bar-bar. Teori pecah belah ia suntikkan pada keutuhan sebuah bangunan. Berharap terberai dan takut pada ancamannya, sehingga nafsu dan dendamnya terbuncah. Tetapi sayang, ia tak mampu memporak-porandakan bangunan kokoh yang terpatri. Sehingga si ‘tokoh’ ini mengalami kepanikan yang luarbiasa, hidup enggan matipun sayang, demikianlah buah dari kelabilan dan keserakahan sang ular berbisa. Naudzubillah…tsumma Naudzubillah.
Potret keserakahan manusia dan kelicikan teori diatas, adalah simbol bahwa sampai kapanpun ketika nafsu tergenggam oleh iblis, maka cara menuju eksistensi hidupnya hanya diraih tuk melampiaskan dendam dan tujuan piciknya. Ibrah yang lain, adalah ketika konsep pecundang dengan devide et impera tersebar, menyerang dan menggerogoti kesatuan kita. Maka Satu-satunya jalan adalah merapatkan barisan, menyatukan jiwa dan menolak segala potensi perpecahan.
Saya semakin yakin, semakin tertempa maka semakin mahal harga sebuah permata berbatu mulia. Sehingga teori pecah belah pun tidak ada harganya sama sekali. So, Devide et Impera hanyalah sebuah teori para pecundang yang gila kehidupan duniawi.
menurut saya,… penulislah yg sepertinya menyimpan entah itu sebuah dendam atau kebencian. hal ini tersirat dari tulisan diatas yg terkesan menyerang “Devide et Impera” dengan meletup-letup dan sapu bersih/pukul rata. saya sih berpemikiran simpel saja, ini hanyalah salah satu bentuk sebuah keseimbangan kehidupan, dimana ada atas & bawah, hitam & putih, juga bila ada yg mempersatukan pasti juga akan ada yg memecah belah.
Lagi,.. menurut saya “Devide et Impera” bukan (Sebuah Teori Pecundang). “Teori” ini pun bisa menghancurkan sebuah Rezim kuat yg begitu menindas. apakah mereka yg menghancurkan rezim penindas juga pecundang???
terimakasih,
salam damai.