Umrah, Sebuah Napak Tilas

Umrah, Sebuah Napak Tilas

Menjadi follower yang terbaik adalah mengikuti langkah sosok “Sang” Lagenda muslim sejati. Bukan hanya persoalan yang bersifat massif, tetapi hal detail nan simple pun menjadi suatu yang kerap diteladankan. Ia adalah panutan umat manusia, kekasih Azza wa Zalla, dan Khotamul Anbiya.

Jejak Suci di sebuah “artefak” bukan hanya menjadi thing yang tak bermakna di Tanah Suci, sentuhan klasik-religi dengan ragam peribadatan orisinal muslim tak pernah berubah hingga saat ini. Keabadian thawaf tak pernah usang karena peralihan kekuasaan para raja di singgasana. Ia akan terus sama pada tapak dan langkah para anbiya.

Melalui perjalanan Suci, Menggapai ridho Ilahi, Manusia kembali menemukan jati diri. Bahwa sejarah akan selalu menapakkan tilas-nya pada dimensi waktu yang berbeda. Menjadi manusia yang senantiasa mengikuti jejak suci para Nabi atau Menjadi penista sejarah langkah suci. Menapaki tilas perjalanan para Anbiya, senantiasa memberikan kekuatan yang luarbiasa, sulit tuk digambarkan dengan deskripsi ilmiah. Ia masuk dan menyatu melalui darah-darah para pencinta Anbiya, melalui semangat yang menyeruak di setiap lubuk jiwa yang paling dalam.

Ibadah haji ataupun umrah, hakikatnya melakukan “Kontemplasi” Sejarah, menelusuri jejak kesholehan para Nabi, menapaki semua tilas perjuangan Islam. Menyaksikan bagaimana kokohnya tekad manusia, ibadah ini mengajarkan kita untuk memulai dengan diri sendiri (Ibda bi nafsik), dengan mensucikan diri, dengan ber-ihram. Terkadang sebagai generasi muda, dengan semangat yang berkobar-kobar, kita menyalakan ambisi untuk mengubah masyarakat dan bangsa, melalui jargon-jargon yang heroic semacam ‘Pemimpin masa depan’, atau ‘agent of change’ dan semacamnya.

Kembali pada ‘Napak Tilas’ perjalanan umrah, kita dituntut untuk mawas diri; sebelum menjadi future leaders atau semacamnya, ber-ihram-lah! Lepaskan semua kepentingan diri dan serahkan semua pada Allah SWT. Pada titik ini, maknanya tidak hanya menjadi spiritual, tetapi juga social. Kita dituntut untuk menyadari bahwa diri kita bukan siapa-siapa. Dan ternyata tidak hanya terbatas pada hal-hal demikian. Selalu ada godaan yang melunturkan niat ikhlas, yang juga harus dilawan. Ibadah haji ataupun umrah mengajarkan manusia muslim untuk melawan dan berjuang, dengan mengesampingkan nafsu. Itu saja bukan hal yang mudah, tentunya. Demikianlah salahsatu menapaki tilas perjuangan Islam di Tanah Suci.

Kita akan merasakan bagaimana getaran rasa kala berada di pusaran Cinta Sang Pencipta, hanyut oleh kerinduan jiwa pada Khotamul Anbiya, dan terseret oleh gelombang rasa pada dimensi yang teramat mulia.

Napak Tilas Anbiya akan selalu menjadi bekal manusia

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *