Selalu ada hal yang menarik ketika saya memperhatikan status profile dari list contacts BlackBerry, terlebih status itu berasal dari orang yang sangat saya kagumi. Di dalamnya, banyak pembelajaran yang tak pernah ditemukan di ruang-ruang publik, dan teramat sayang jika dilewatkan begitu saja. Karena, setiap berapa waktu, status itu akan terganti oleh kalimat lain yang maknanya tak kalah dahsyat dari sebelumnya. Jika dikumpulkan, saya yakin, ‘catatan sakti’ itu akan menjadi buku kehidupan yang akan berharga bagi generasi setelahnya. Goresan yang mewakili pikirannya melalui status itu, membuat influence positif bagi setiap orang yang melihat, menelaah dan mempelajarinya. Malam itu, -seperti biasa- saya selalu melihat setiap status yang terpampang dari list contacts BBM. Seketika, jari tangan saya berhenti sedikit lama melihat apa yang ditulis oleh sosok yang kerap membuat kagum dengan ide dan joke-joke segarnya. Sederhana namun sangat dalam. Jika dibaca hanya dengan mata telanjang, sekilas tidak ada yang spesial dari apa yang ditulisnya. Tapi cobalah sedikit meluangkan waktu untuk lebih mendalami tulisan itu. Apa yang melatarbelakangi tulisan itu, bagaimana perasaanya ketika itu dan tentunya apa makna tulisan “Today for Tomorrow” itu. Makna tentu berbeda dengan arti, karena untuk memaknai kalimat tersebut, kita harus sedikit memberikan ruang pikir untuk mendalaminya. Tidak hanya sebatas mengartikan.

Setiap membuka lembaran hari, selalu ada tekad baru, semangat baru dan harapan baru untuk terus merayakan hidup. Hari esok kan tiba karena hari ini ada. Menjalani kehidupan di hari ini untuk bekal di hari esok. Jujur, saat saya melihat status itu, saya hanya terfokus pada kalimat yang tertera, tidak dengan image yang beliau padukan dengan kalimat statusnya. Setelah dijelaskan olehnya, bahwa setiap menulis status, ia senantiasa melaraskan dengan image atau photo yang menopangnya, maka kini sangat jelas bahwa apa yang dirangkainya semakin mudah memahami apa maksud yang diinginkannya.

Yah, image itu menggambarkan hitungan jarum jam yang tiada akhir. ‘Langkah hidup’ yang terus berjalan. Jam itu menunjukkan untuk sesuatu yang tak pernah habis, meski oleh kematian. Karena memang perjalanan tidak akan henti hanya oleh sebuah kematian. Ruh akan terus berjalan menembus ruang yang tak pernah kita rasakan sebelumnya. Makna today for tomorrow inilah yang lebih mendeskripsikan tentang pentingnya perjuangan di hari ini. Sebelum esok tiba, hari inilah yang menjadi penentu esok seperti apa.

Hingga mentari esok hari terbit, kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Kita tidak bisa melakukan apa-apa esok hari. Kita tidak mungkin sedih, atau ceria di esok hari. Karena esok belum –tentu- ada kita dunia, meski pasti esok kan tiba. Namun hari ini kita dapat mengerjakan lebih banyak hal di hari ini, tentunya jika kita mampu memaafkan hari kemarin dan melepas segala ketakutan pada esok hari.

Today For Tomorrow, menjadikan hidup semakin bermakna. Persiapan menyambut esok adalah suatu yang logis untuk setiap manusia yang akan berlanjut pada tahapan hidup selanjutnya.

Thanks’ ‘status saktimu’ selalu memberikan arti untuk kami. Semoga setiap ‘esok’ tiba kita selalu berada dalam kebersamaan. Merangkai hidup melalui detik waktu yang tiada henti. Bisa saja, setelah saya menulis artikel ini, status profile beliau telah berubah dan berganti dengan ‘pembelajaran’ berikutnya.

Jika dicermati dengan jujur, maka kebanyakan orang dewasa ini selalu menghindari untuk berpikir tentang kematian. Dalam kehidupan modern, seseorang biasanya menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang bertolak belakang dengan urusan kematian. Lebih asyik berpikir tentang dimana anak kita akan sekolah, di perusahaan mana kita akan bekerja, makan malam dimana nanti malam, baju apa yang akan kita gunakan besok hari dll. Hal-hal diatas yang selalu menjadi sangat penting untuk dipikirkan. Seolah-olah kehidupan diartikan sebagai sebuah proses kebiasaan yang dilakukan sehari-hari. Bahkan, pembicaraan tentang kematian sering dicela oleh mereka yang merasa tidak nyaman mendengarnya. Hampir setiap hari kita menyaksikan kematian orang, baik di media maupun secara langsung, namun kita -termasuk saya-, tidak banyak memikirkan tentang hari ketika orang lain menyaksikan kematian kita. Kita sama-sekali tidak mengira, bahwa kematian itu sedang menanti setiap desah nafas terakhir kita. Menanti sejati diantara langkah kaki. Setiap kita tidak bisa meyakinkan pada semua orang tercinta, bahwa perpisahan itu akan selalu diawali dengan salam dan lambaian tangan. Kematian bisa datang secara tiba-tiba, bisa saja tatapan harap anak tercinta untuk kita kembali kerumah menghangatkan mereka, tidak akan pernah terulang. Kematian akan menuntaskan sementara segala rasa. Transisi ‘rasa’ dari dunia menuju alam selanjutnya.

Manusia senantiasa takut mati. Karena selama hidup –tanpa disadari- kita lebih gemar mempelajari tentang apa dan bagaimana neraka. Gambaran tentang neraka hanya diperoleh untuk menakuti atau peringatan. Adapun tentang surga, gambaran tentangnya hanya memiliki porsi yang sangat kecil untuk dipelajari. Andai saja, selama hidup kita lebih memilih mencari tahu apakah itu surga, bagaimana cara menggapainya, apa saja amalan yang bisa menghantarkan kedalamnya, dst. Jika seperti itu, maka kita semua akan sangat merindukan kematian, bukan sebaliknya.

Kenapa ‘cerita’ tentang surga harus menjadi dominasi dalam pembelajaran manusia (?) Karena ternyata mental manusia saat ini, cenderung untuk tidak peduli terhadap hal-hal yang tidak disukai atau diingininya. Bahkan cenderung untuk menafikan eksistensi sesuatu yang ia hindari pertemuannya. Kecenderungan seperti ini tampak terlihat jelas ketika membicarakan tentang kematian. Kebanyakan orang melihat kematian itu jauh dari diri mereka. Asumsi yang menyatakan bahwa mereka yang mati pada saat sedang tidur atau karena kecelakaan merupakan contoh orang lain, dan tidak akan menimpa dirinya. Semua orang berpikiran, belum saatnya mati, mereka selalu berpikir, selalu masih ada hari esok untuk menikmati hidup.

Bahkan –mungkin saja- orang yang meninggal dalam perjalanan ke sekolah atau terburu-buru untuk menghadiri rapat di kantornya juga berpikiran serupa. Tidak pernah terpikirkan, bahwa koran esok hari akan memberitakan kematian mereka. Sangat mungkin, selagi Anda membuka smartBLOG dan membaca artikel ini, Anda berharap untuk tidak meninggal setelah menyelesaikan membacanya, mungkin Anda merasa bahwa pada saat ini belum waktunya mati karena masih banyak hal-hal yang harus diselesaikan. Namun demikian, hal ini hanyalah alasan untuk menghindari kematian, dan usaha-usaha seperti ini hanyalah alasan untuk menghindari kematian dan usaha-usaha seperti ini hanyalah hal yang sia-sia untuk menghindari proses kematian.
Sebelum segalanya terjadi, sebelum sujud sholat terakhir, sebelum akhir nafas berhenti, rasanya tidak salah jika kita bersama-sama menemukan cerita dan berita tentang surga.

What is the meaning of “Power of Return (?)” Apakah return yang dimaksud adalah ‘return-nya’ proses re-inkarnasi (?) Atau ‘return’ dari tajuk sebuah film mandarin The Return of Condor Heroes (kembalinya pendekar rajawali). Tentunya bukan, karena dua ‘return’ itu tidak bisa mengalahkan kekuatan ‘return’ yang akan diuraikan singkat dalam artikel ini. Sebuah ‘return’ yang akan menghasilkan perjalanan abadi, suatu proses pengingat manusia yang akan ‘return’ selamanya, yah kekuatan pikir dalam merespon masa ‘return’ nya manusia menjadi sesuatu yang urgent dijadikan landasan pacu kehidupan seseorang. Ketika ‘return’ atau kembali paska kematian itu memiliki ruang untuk diingat dan dipikirkan sebelum tibanya maut, maka Rasulullah SAW menjamin bahwa orang tersebut adalah sosok yang sangat cerdas dalam menghadapi kehidupan. Rasul Bersabda “Orang yang cerdas adalah orang yang mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian” (HR. Tirmidzi). Dengan prinsip ini, maka sadar akan waktu terakhir hidup dan kembali pada kehidupan selanjutnya menjadi bagian dari kecerdasan yang esensial dalam kehidupan. Sejarah Fir’aun, kaum Luth dan lain sebagainya, telah banyak mengajarkan kita tentang arti pentingnya sebuah proses –thinking– untuk ‘return‘ kelak.

Membahas tentang hidup setelah mati (mungkin) bagi sebagian orang memilih untuk bersikap apriori. Atau karena keseringan, mereka akan me‘reject’ secara halus, mereka tahu dan yakin akan masa ‘return’ itu, namun perlahan akan menguap dalam rutinitas kesehariannya. Padahal proses melihat, mengingat dan berpikir tentang kematian itu justru kekuatan dibalik tindakan kita dalam keseharian. Karena ‘return’ adalah keniscayaan. Seperti salah satu Firman Allah yang membahas masalah ini “Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberikan kepadamu apa yang telah kamu lakukan” (QS. Al-Jumuah :8 )

Kematian bukanlah akhir dari kehidupan. Tapi merupakan awal dari sebuah babak kehidupan baru, kematian ibarat stasiun atau terminal, tempat manusia berhenti sejenak untuk selanjutnya ‘return’ pada fase keabadian. Mayoritas kita (rasanya) sudah sangat tahu dan hapal tentang peristiwa ini. Namun, terkadang ada sikap ‘pen-cuek-an’ dalam mengingatnya. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk selalu mengingat kematian sama halnya dengan ingat dan memperjuangkan kehidupan.

Semua makhluk sadar, bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti, sesuatu yang tidak dapat di tawar. Namun tidak semua menyadari dan meyakini bahwa ia kan ‘kembali’ setelahnya. Karenanya, terdapat perbedaan yang mendasar antara orang yang mempersiapkan diri untuk masa ‘return’ kelak dengan orang yang sama-sekali -apatis- terhadap masa itu. Kekuatan ‘return’ terdapat pada sikap manusia yang menjadikan kehidupan dunia sebagai ladang dan tempat menabung. Karena di masa ‘return’ itulah kita akan memetik dan menuai. Ahh, saya rasa semua orang sudah tahu, namun semua orang pun membutuhkan reminder untuk menyegarkan ingatannya.

‘Sebagai makhluk hidup di dunia ini, kita juga merencanakan untuk sebuah perjalanan yang akan datang setelah kematian. Perjalanan itu benar-benar adalah untuk jangka waktu yang panjang. Dimulai dari kubur dan berakhir di Jannah.’

Kecerdasan orang beriman adalah ketika ia mampu mengolah hidupnya yang sesaat demi kehidupan yang lebih panjang nan abadi. Menurut syair Arab, hidup bukan untuk hidup, tetapi hidup untuk Yang Maha Hidup. Hidup bukan untuk mati, tapi mati itulah untuk hidup. Jika kita menghayati dalam bagaimana proses perjalanan hidup dan mati yang dialurkan oleh Al-Qur’an, maka seyogyanya sebagai manusia kita jangan pernah takut mati, tetapi jangan mencari mati dan melupakan kematian. Karena mati adalah gerbang menuju pertemuan dengan Allah SWT. Kematian bukanlah cerita dalam akhir hidup. Tetapi mati adalah awal cerita sebenarnya.

Kehidupan dan kematian adalah bagian dari fase perjalanan manusia menuju pertanggungjawabannya di akhirat. Kehidupan dan kematian ibarat dua sisi dari satu mata uang, keduanya tidak mungkin bisa dipisahkan, dimana ada kehidupan di situ pasti ada kematian. Kematian hanyalah pintu gerbang kehidupan berikutnya, kematian adalah titik tolak proses perjalanan selanjutnya, kematian adalah suatu perjalanan tanpa batas, menembus waktu dan masa untuk akhirnya berhenti di antara dua kemungkinan, yakni kemungkinan berhenti di terminal kebahagian selamanya, atau berada di stasiun kesengsaraan yang abadi. Perjalanan hidup dan mati sesungguhnya adalah suatu anugerah terdahsyat, dalam (QS. 2 : 28) Allah bertanya dengan sebuah pertanyaan yang mengarah pada keyakinan akan sebuah anugerah hidup dan mati. “Bagaimana kalian akan kufur kepada-Ku, sedang kalian saat mati Aku hidupkan, kemudian Aku matikan, kemudian Aku hidupkan, kemudian kepada-Ku kalian kembali” (QS. 2:28). Perjalanan untuk perjalanan selanjutnya –sejatinya- menjadi sebagai arena grand final kehidupan. Semua orang tertuju pada garis finish, namun tidak semua orang yang berakhir happy ending dalam menggapainya. Karenanya, khusus untuk sebuah “Journey” sebelum journey selanjutnya dimulai, ada “Simulasi” journey yang patut menjadi bahan perenungan dan aksi saat kembali beraktivitas pada kehidupan dunia. Semua “Simulasi” itu meliputi pada sebuah perjalanan suci, yakni haji dan umrah.