Kisah Uwais Al-Qorni (I)

Pada zaman Nabi Muhammad SAW ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan. Kulitnya kemerah-merahan. Dagunya menempel di dada kerana selalu melihat pada tempat sujudnya. Ahli membaca al-Quran dan selalu menangis, pakaiannya hanya dua helai dan sudah kusut, yang satu untuk penutup badan dan yang satunya digunakan sebagai selendang. Tiada orang yang menghiraukan, tidak terkenal dalam kalangan manusia, namun sangat terkenal di antara penduduk langit.

Dia adalah ‘Uwais al-Qarni’. Tidak banyak yang mengenalnya, terlebih ingin tahu akan hidupnya. Banyak suara-suara yang mentertawakan dirinya, mengolok-olok dan mempermainkan hatinya. Tidak kurang juga yang menuduhnya sebagai seorang yang mengemis, seorang pencuri serta berbagai macam umpatan demi umpatan, celaan demi celaan dari manusia. Suatu ketika, seorang fuqoha’ (orang yang paham agama) di negeri Kuffah, datang dan ingin duduk bersamanya. Orang itu memberinya dua helai pakaian sebagai hadiah. Namun, hadiah pakaian tadi tidak diterima lalu dikembalikan semula kepadanya. Uwais berkata:

“Aku khawatir, nanti orang akan menuduh aku, dari mana aku mendapatkan pakaian itu (?) Kalau tidak dari mengemis pasti dari hasil mencuri.”

Uwais telah lama menjadi yatim. Beliau tidak mempunyai sanak saudara, kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh tubuh badannya. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk menampung kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai pengembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk menampung keperluan hariannya bersama ibunya. Jika ada uang lebih, Uwais menggunakannya untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan. Kesibukannya sebagai pengembala dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadah. Dia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.

Uwais al-Qarni telah memeluk Islam ketika seruan Nabi Muhammad S.A.W tiba ke negeri Yaman. Seruan Rasulullah telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah ALLAH SWT. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya menarik hati Uwais. Tak ayal, ketika ada seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, kerana selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbaharui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.

Alangkah sedihnya hati Uwais ketika melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka telah bertamu dan bertemu dengan kekasih ALLAH penghulu para Nabi, sedang dia sendiri belum berkesempatan. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih. Namun apalah daya, dia tidak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah. Lebih dia beratkan adalah ibunya yang sedang sakit dan perlu dirawat. Pikirnya, jika ia berangkat, siapa yang akan merawat ibunya sepanjang ketiadaannya nanti (?)

(To be continued)

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *