Ketika Raja Tiada

Ketika Raja Tiada

Tepat pada hari Jumat pagi (23/01) ALLAH SWT telah memanggil ‘Penjaga Dua Tanah Suci’ keharibaan-Nya. Meninggal di Tanah yang penuh kesucian, menyisakkan tangis dan haru dari saudara, kerabat dan manusia seantero bumi. Sakit yang telah lama menimpanya, adalah penyebab dari kematian Sang Raja berusia 90 tahun ini. Yah, raja Abdullah bin Abdul Aziz telah meninggal di hari barokah (sayyidul Ayyam) dengan selimut mulia tanah suci –yang juga- sebagai tanah lahirnya. Tidak ada yang sempurna dalam langkah hidup manusia, pun demikian dengan Raja Abdullah, beragam kontroversi telah digoreskan pada sepak terjang-nya sebagai raja yang memimpin negeri suci. Namun gelar sebagai “Penjaga Dua Tanah Suci” jangan pernah diremehkan oleh setiap orang di muka bumi ini. Jasa dan kontribusinya dalam melayani tamu-tamu ALLAH menjadi bukti bahwa ia menjadi salahsatu manusia ‘mulia’ yang berkorban demi lancarnya ibadah jutaan manusia di setiap tahunnya. Kini ia telah tiada, wafat dan akan dimakamkan yang nyaris tiada kemewahan balutan emas atau marmer diatas pembaringan akhirnya. Berbeda dengan raja atau pemimpin-pemimpin dunia lainnya, yang nampak hanyalah nisan dengan gundukan kecil pasir dan tanah.

Perluasan Masjidil Haram adalah bagian dari grand scenario yang ia susun bersama saudara-saudaranya. Kini ia tidak akan menyaksikan bagaimana jutaan manusia akan sujud dan beribadah di Masjid mulia itu, project ‘raksasa’ itu (kini) akan dialihkan kepada Salman bin Abdul Aziz, saudara tirinya yang juga akan menggantikan beliau menjadi Raja baru Saudi Arabia. Salman yang kini berusia 79 tahun, sesungguhnya telah menjalankan tugas dari Almarhum ketika harus menjalani sisa-sisa hidupnya di rumah sakit beberapa tahun kebelakang.

Terlepas dari beragam kepentingan para putra mahkota, dan kerabat kerajaan, kini Saudi berada ‘nyaris’ pada perebutan kuasa untuk saling “menampakkan” eksistensi diri untuk dikenang manusia di seluruh dunia dengan penamaan-penamaan situs suci di Tanah yang teramat Suci. Tiada yang salah –tentunya- ketika niatan itu tulus sebagai bagian dari pelayanan Jemaah haji dan umrah, karena tokh mereka juga yang mewakafkan diri sebagai “Penjaga dua Tanah Suci”.

Namun ada analisa kecil, atau katakanlah kabar angin yang kebenarannya masih diragukan, setelah raja Abdullah tiada, periode ini disinyalir akan terjadi semacam ‘hiruk-pikuk’ jutaan kepentingan baik politik ataupun ideology yang mengancam kesatuan Islam. Ada literature klasik yang menggambarkan terjadinya semacam ‘makar besar’ dari para elit politik Arab Saudi untuk bertikai memperebutkan kekuasaan. Ditengah pertikaian inilah muncul dua gerakan ekstrim, yang satu gerakan Al-Mahdi (yang berpusat di Madinah), dan lainnya disebut gerakan As-Sufyani yang berpusat di Irak. Sebagian petinggi Arab Saudi akan pro ke gerakan As-Sufyani dan sebagiannya lagi ke gerakan Al-Mahdi. Konon gerakan ekstrim As-Sufyani akan melakukan invasi militer ke Arab Saudi dengan alasan menumpas gerakan Al-Mahdi dengan mengerahkan sekitar 70 ribu tentara yang bergerak menuju Arab Saudi. Entahlah benar atau tidak, yang jelas jangan sampai sejarah kelam Tanah Suci yang berdarah oleh invasi militer Syiah, kembali terjadi di hari-hari dimana kita hidup dan bersaksi.

#Keep The Faith

Related Post

Cinta Sederhana

“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *