Islam Empire of Faith (1)

Islam adalah agama langit (Samaa) semua manusia. Termasuk yang dibawa oleh para Nabi sebelum Rasulullah SAW. Keyakinan dan keimanan setiap kaum Nabi yang diberikan kitab dari ALLAH SWT –sejatinya- adalah Al-istislamu atau berserah diri hanya kepada ALLAH, tunduk dan patuh hanya kepada-NYA. Pengertian Islam inilah yang dimaksud oleh ALLAH dalam banyak ayat yang menunjukkan bahwa syariat yang dibawa oleh para Nabi terdahulu juga disebut Islam. Seperti Firman ALLAH yang menceritakan tentang Nabi Ibrahim; “Wahai RABB kami, jadikanlah kami berdua orang yang muslim kepada-MU dan juga anak keturunan kami sebagai umat yang muslim –berserah diri- kepada-MU” (Qs. Albaqarah: 128). Baiklah, kita sedikit keluar dari ‘pembahasan’ tauhid masa sebelum kerasulan Muhammad SAW. Kita beranjak dan menikmati bagaimana alur Islam dalam meng-influence– setiap jejak manusia abad ke-7 hingga zaman kita berada dibawah panji Islam. Menarik –sesungguhnya- jika kita telusuri bagaimana keutuhan tauhid Islam berkembang biak di planet Bumi.

Jika mengurai dari awal, kesenjangan Islam mulai tercabik oleh sebuah rasa keangkuhan diri manusia. Bagaimana kaum kafir Quraisy menolak mentah-mentah ajaran Nabi Muhammad SAW, hanya karena beliau membawa risalah ‘Hanief’ yang bertolak belakang dengan adat kebiasaan mereka yang berdoa melalui wasilah patung sebagai ‘kaki tangan’ Tuhan. Mereka percaya kepada ALLAH, namun peribadatannya melalui proses animisme maupun dinamisme yang mereka yakini. Secara tidak langsung, kita bisa mengatakan bahwa sebelum Islam datang atau Nabi Muhammad menjadi Nabi serta Rasul, maka mayoritas kehidupan orang Arab berada dalam kejahiliyahan, terkecuali bagi mereka yang masih mengikuti ajaran (millah) Nabi Ibrahim AS.

Setelah Rasulullah SAW membawa ajaran Islam yang menyempurnakan risalah-risalah Nabi sebelumnya, maka gugurlah semua ajaran yang berkembang saat itu, mereka harus mengikuti millah dan ketentuan agama yang dibawa Rasulullah SAW. Perlahan namun pasti, Rasulullah SAW mampu bertahan dan move on untuk meninggikan kalimat Tauhid, serta menyebarkan ke seluruh pelosok Arab. Jika kita saksikan sebuah film dari tema diatas; Islam Empire of Faith, maka –sungguh- ketakjuban kita akan perjuangan mereka yang bertahan teguh bak karang di tengah lautan akan membuat kita masih terasa ‘tidak ada apa-apanya’ dibanding kegigihan mereka memperjuangkan panji Islam.

Islam berkembang sangat cepat dan mengubah orang-orang nomaden menjadi penggerak utama peradaban dunia. Nabi Muhammad SAW lah arsitek dari transformasi itu. Namun setelah kewafatannya pada tahun 632 ternyata menghadapkan komunitas Islam kepada tantangan besar pertamanya. Dengan segala inovasi yang tidak keluar dari risalah nubuwah, kaum muslim menyambut tantangan itu dengan mendirikan institusi kekhalifahan dan menegaskan kelangsungan sejarah Islam. Negara Islam yang baru lahir, dengan ibukota di Madinah Al-Munawarah.

Secara perkasa dan atas pertolongan ALLAH SWT –tentunya-, mereka berhasil mempertahankan diri dari jangkauan predator Kekaisaran Bizantium dan para sekutunya. Kemenangan demi kemenangan selalu ada konsekwensinya, terutama dari sifat asli manusia yang lolos dari filter keimanan, yakni ketamakan, keserakahan dan kedengkian yang menjalar ke tubuh masyarakat Muslim saat terjadinya pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan RA.

Peradaban diuji dengan adanya krisis sebagaimana seorang individu diuji dengan kesulitan. Ini adalah saat-saat penting yang menunjukkan wujud asli karakter sebuah peradaban, seperti ujian terhadap individu yang memunculkan wujud asli dari karakter individu tersebut. Peradaban besar menghadapi tantangan dan mereka tumbuh lebih tangguh setiap kali melewati krisis, mengubah kesulitan menjadi peluang. Dalam banyak hal, kejadian ini persis sama dengan yang dialami oleh individu. Saat-saat kritis dalam sejarah menguji keberanian manusia. Orang-orang besar mengarahkan sejarah sesuai kemauan mereka, sedangkan yang lemah tertelan di masa yang keras.

Hal itu diyakini, karena keislaman sudah tidak seirama dengan keimanan yang seharusnya menjadi satu kesatuan. Jika Islam ditafsirkan melalui amalan-amalan anggota badan, atau jasad, maka iman ditafsirkan dengan amalan-amalan dalam jiwa. Karenanya, sebuah peradaban selalu muncul ketika konsep Islam melaju bersama dengan keimanan dalam jiwa.

(to be continued)

Related Post

Bulan Terbelah

Dalam kitab Bukhari dan Muslim juga dalam kitab-kitab hadits yang terkenal lainnya, diriwayatkan bahwa sebelum…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *