Allah Ingin Kita Juara

Pada suatu kesempatan seorang teman pernah bercerita, bahwa dalam segala hal dirinya tidak bisa menjadi orang nomor dua di komunitasnya. Maksudnya, ia selalu harus menjadi pemenang dalam setiap bidang. Baik dalam kejuaraan olahraga, struktur organisasi, terlebih dalam peringkat akademis di kelasnya. Bertarung mendapatkan kursi teratas adalah sebuah kelaziman yang harus ia peroleh dimana dan kapan pun. Dalam kehidupannya, ia sangat memerlukan rasa ‘menaklukkan’, suatu rasa superior dan rasa menang terus berputar dalam langkah hidupnya. Ia merasa bahwa suatu ‘kemenangan’ selalu dimulai dari bagaimana ia menghargai pencapaiannya setiap hari. Ia merasa, tanpa rasa menang, sepertinya ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Karena itu, konsekwensi dari pencapaiannya itu harus ia lakukan dengan gigih dan penuh juang. Sekilas, kita memandang karakter seperti itu mencerminkan sosok ambisius yang tak ingin kalah. Negatif dan sulit diterima di masyarakat majemuk. Tetapi, jika kita telaah secara objektif, ternyata sifat dan kegigihan dalam meraih citanya untuk selalu menjadi ‘juara’ adalah hal yang sangat positif dan sejalan dengan apa yang diinginkan oleh Sang Maha Kuasa. Kenapa demikian (?) Cobalah tengok bagaimana ia harus menjadi ‘Sang’ champion setelah melalui proses yang tidak mudah. Pantang menyerah, gigih dengan ledakan semangat yang jauh dari mental kerupuk yang mudah hancur hanya dengan remasan tangan.

Kemenangan adalah hasil akhir dari apa yang diinginkan Allah SWT pada setiap hamba-Nya. Menjadi juara dari setiap etape kewajiban yang telah dilaluinya. Untuk meraih hasil akhir yang positif, tentunya setiap hamba harus melakukan pencapaian yang maksimal. Gigih, tiada keluh maupun kesah, totalitas, serta siap menerima segala apa yang terjadi dari proses pencapaiannya itu. Setelah melalui proses demikian, maka di mata Allah ia telah menjadi sosok juara yang memenangi etape kewajibannya. Logika sederhananya, bagaimana seseorang menjadi peringkat pertama di kelasnya, jika tidak melalui proses belajar yang maksimal. Atau bagaimana ia menjadi seorang yang memiliki kekayaan berlimpah secara alami, tanpa bekerja keras yang smart. Begitu seterusnya. Karena sesuatu kemenangan tidak bisa diraih secara instan dan kebetulan.

Pun demikian, dalam kehidupan fana ini, Allah SWT selalu menginginkan kita menjadi juara disetiap momentum. Bagaimana Allah akan membuka keberkahan rizkinya, tanpa melalui proses kita mendistribusikan kembali rizki yang kita miliki. Dan bagaimana mendapatkan rizki yang kita peroleh tanpa bekerja dan berkarya dengan maksimal. Bagaimana pula Allah menjadikan ‘pemenang’ setiap muslim pada hari raya, tanpa melalui proses ‘kesholehan’ di bulan suci ramadhan.

Pada kenyataannya, kehidupan ini setiap hari memberikan kesempatan untuk menaklukan dan memenangi setiap proses perjuangan. Tetapi penghargaan dan perayaan kemenangan itu harus dimulai oleh diri sendiri. Kongkritnya, setiap kita bisa mencapai target pada hari tersebut, itu adalah sebuah kemenangan.

Rasanya, pada momentum ramadhan ini, kita harus belajar bersama untuk menjalani setiap detik kehidupan sebagai seorang pemenang. Karena itu adalah jati diri kita sesungguhnya. Karena sudah jelas, Allah Azza wa Jalla pun menginginkan kita menjadi sang juara yang memenangi setiap perjuangan hidup.

Related Post

Cinta Sederhana

“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *